Rabu, 03 Januari 2018

Kelompok 1, Pendidikan Seks Yang Tepat dan Benar Sejak Dini

Pentingnya Membangkitkan Fitrah Seksualitas Anak

Pada era milenia ini, orang tua lebih ekstra lagi untuk ikut andil dalam membangkitkan fitrah seksual anak. Terlihat banyaknya kaum LGBT yang sudah tidak malu-malu lagi menampakan perbedaannya karena belum adanya kekuatan hukum untuk memberantasnya. 
Seperti berita baru-baru ini yang sangat mengguncangkan hampir semua keluarga yaitu meluasnya LGBT dan zina akibat kalahnya ibu-ibu pejuang dari AILA, yang berjuang meminta adanya Judicial Review di MK, terhadap beberapa pasal KUHP yang sudah tidak sesuai dengan kenyataan di masyarakat saat ini.
Bahwa MK memutuskan LGBT dan zina bukanlah sebuah tindakan kriminal. Bahkan kita dihimbau untuk merangkul manusia-manusia menyimpang tersebut.

LGBT dan perzinahan yang merusak kehidupan dan peradaban manusia, menimbulkan penyakit dan merusak nasab keturunan manusia, menyebabkan rusaknya alam seperti gempa bumi. Benar terbukti apa yang di katakan KH. Zainudin M.Z. rohimahullah kepada pelaku LGBT dan zina: "Yang zina lu, yang mabok-mabokan lu, tapi ketika Allah murka karena perbuatan lu, terjadi gempa bumi kita juga kena"
Dalam Al-Qur'an Allah telah memberi tahu kita kisah tentang kaum nabi Luth yaitu kaum sodom yang di azab dengan hujan batu (Al-A'raaf : 80) karena perbuatan LGBT kaum perusak dan orang zhalim.

Kita juga sering mendengar kekerasan seksual terhadap anak, pelecehan seksual terhadap anak yang di lakukan orang lain bahkan oleh kerabat terdekatnya sendiri. Berdasarkan data dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), setiap tahunnya angka kekerasan seksual pada anak terus meningkat. Data terakhir KPAI menunjukkan bahwa dari tahun 2014 ke 2015, kasus kekerasan seksual pada anak meningkat 100%.

Terjadinya kekerasan seksual pada anak tidak bisa di lepas dari peran orang tua. Pola pengasuhan orang tua menjadi faktor yang penting dalam mencegah anak menjadi korban ataupun pelaku kekerasan seksualitas. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa sekarang adalah era digital. 

Apa itu era digital?
Era digital merupakan istilah yang di gunakan dalam kemunculan digital, jaringan internet, atau lebih khusus lagi teknologi informasi. 
Di antara efek buruk era digital adalah anak-anak yang terpapar pornografi yang membuat otak bagian PFC rusak (Pre Frontal cortex, pusat otak yang mengatur keputusan baik dan buruk).
Anak-anak sekarang adalah anak generasi X yang di hujani oleh kemudahan informasi mulai dari Televisi, internet, Gadget, game online, sosmed, dan lingkungan sekitarnya.

Pengasuhan anak-anak generasi X di era digital tentu berbeda dengan pengasuhan zaman dulu. Orang tua harus merubah pola pengasuhannya dengan pendidikan berbasis fitrah. Setiap anak lahir dengan fitrahnya masing-masing, tugas orang tua adalah membangkitkan fitrah seksualitas yang di miliki anak. 

Fitrah seksualitas manusia sejak lahir adalah jelas yaitu lelaki sejati atau perempuan sejati, yang kelak akan menjadi ayah sejati atau ibu sejati dalam sebuah pernikahan sebagai pasangan yang penuh ketenangan, penuh cinta dan kasih sayang untuk melanjutkan generasi. Mustahil damai dan tenang terjalin dalam pernikahan sejenis yang tak mungkin melanjutkan keturunan.
Hadits Rasulullah dari Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma berkata: "Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki"
(HR. Bukhori).

Fitrah seksualitas anak yang berkembang baik, sebagai akibatnya, anak laki-laki akan tumbuh menjadi pemuda bertanggung jawab dan ayah yang baik.
Dan anak perempuan akan tumbuh menjadi wanita yang bertanggung jawab, ibu yang baik dan menjadi madrasah pertama yang mumpuni untuk anak2nya kelak.
Hal ini sesuai dengan yang termaktub dalam surat Al Ahzab : 35.

Untuk menumbuhkan fitrah seksualitas orang tua harus belajar tentang pendidikan seks.
Kebanyakan orang tua masih menganggap pendidikan seks sebagai hal tabu untuk di bicarakan. Akibatnya jika anak bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks itu sendiri, kita sebagai orang tua malah kebingungan. Jika akhirnya menjawab, biasanya hanya jawaban singkat, asal-asalan, bahkan mengalihkan pembicaraan. Akhirnya terjadi perilaku yang menyimpang saat anak dewasa. Padahal jika orang tua tidak tahu maka katakan tidak tahu pada anak, dan katakan nanti ayah atau ibu nyari dulu jawabannya. Penting bagi orang tua untuk mencari ilmu dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya sehingga siap menghadapi tantangan yang muncul di masa depan. Berilmu sebelum beramal, berilmu sebelum menjawab.

Apa itu Pendidikan Seks menurut Pakar Parenting?

Ibu Septi Peni Wulandani
Pendidikan seks meliputi proses terjadinya pembuahan, proses kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan secara jelas dan benar.
Pendidikan seks juga meliputi pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak.

Ibu Elly Risman, Psi.
Pendidikan seks adalah mengajarkan totalitas kepribadian seseorang, mencakup: cara berpikir, merasa, bereaksi, berbudaya, dan beragama serta berinteraksi sosial dalam kapasitas kepribadiannya.

Ustadz Harry Santosa
Bahwa pendidikan seksualitas berarti menumbuhkan fitrah gender.
Fitrah gender adalah cara seseorang berpikir, merasa, dan bersikap sesuai fitrah sebagai perempuan atau laki-laki sejati, sehingga dapat memenuhi peran, fungsi, dan karakteristik.

Ibu Lita Edia, Psi.
Pendidikan seks adalah mempelajari tentang perbedaan jenis kelamin, perbedaan peran perempuan dan laki-laki, cara merawat organ biologis, adab interaksi antara perempuan dan laki-laki, mempelajari proses reproduksi dan cara merawatnya, termasuk mempersiapkan ilmu pranikah dan adab berhubungan suami-istri.
Beberapa hal ini berkaitan dengan norma yang berlaku, agama yang di anut dan sistem sosial tempat tinggal kita.

Tahapan Pendidikan Seks:

1. Usia 0-2 tahun
Pada usia ini anak harus dekat dengan ibunya.
Pendidikan tauhid pertama adalah menyusui anak sampai 2 tahun, menyusui bukan memberi ASI tanpa pumping dan tanpa di sambi pegang Hp.
Untuk ibu yang tidak bisa memberikan ASInya, saat memberi susu pada anak ibu harus menemaninya tanpa di sambi pegang Hp dan anak harus lebih dekat dengan ibunya.

2. Usia 3-6 tahun
Pada usia ini anak harus dekat dengan kedua orang tuanya, perbanyak aktifitas bersama.
Usia 3 tahun, anak harus dengan jelas mengatakan identitas gendernya.

Misalnya anak perempuan harus berkata "bunda, aku anak perempuan".
Dan anak laki-laki berkata "bunda, aku anak laki-laki".

Mulai kenalkan anggota tubuh anak secara detail dan dengan kata yang benar. Orang tua harus mengajari anak bahwa tubuhnya berharga, mana yang boleh di sentuh dan mana yang tidak boleh di sentuh orang lain agar anak terhindar dari kejahatan pelecehan seksual.
Untuk kemaluannya sebut dengan nama medis, laki-laki penis dan perempuan vagina.
Mulai juga ajarkan toilet training sesuai dengan adab thoharoh dalam islam.
Belikan mainan dan pakaian sesuai gender, misalnya anak laki-laki di belikan mainan mobil-mobilan, robot-robotan, pesawat, pakai celana, kaos, kemeja, baju koko. 
Anak perempuan di belikan mainan boneka, masak-masakan, pakai rok, dress, gamis dan jilbab.





https://m.soundcloud.com/semai2045/tubuhku-berharga-full-version-andri-m-taufan-indri-ayu-lestari

https://youtu.be/vv1Jm42uj-M  adalah video edukasi anak untuk mengetahui anggota tubuh mana yang boleh di sentuh dan tidak boleh di sentuh oleh orang lain.



3. Usia 7-10 tahun
Pada usia ini dekatkan anak sesuai gendernya.

Jika anak laki-laki dekatkan dengan ayahnya ajak anak beraktifitas yang menonjolkan sisi kemaskulinannya. Seperti main bola, nyuci motor, belajar sholat ke masjid bersama ayah, dll.

Jika anak perempuan dekatkan dengan ibunya, libatkan anak dalam aktifitas yang menonjolkan kefeminimannya. Seperti mulai di ajarkan menutup aurat seperti pakai jilbab, membantu ibu memasak, belajar sholat bersama ibu di rumah, dll.

Pada usia ini kenalkan mana yang mahram dan bukan mahram, anak laki-laki dan perempuan di pisahkan tempat tidurnya, pengenalan organ seks secara detail, mempersiapkan masa pubertas, mempersiapkan proses terjadinya mimpi basah dan menstruasi.




4. Usia 11-14 tahun
Pada usia ini sudah masuk tahap pre aqil baligh akhir, mulailah dekatkan anak lintas gender.

Jika anak laki-laki dekatkan dengan ibu dan jika anak perempuan dekatkan dengan ayah.

Ada sebuah riset yang menunjukkan jika seorang anak perempuan tidak dekat dengan ayahnya maka data menunjukkan anak tersebut 6X lebih rentan di goda dan terpikat oleh laki-laki lain yang menawarkan perhatian dan cinta meski hanya untuk kepuasan.
Jika anak laki-laki tidak dekat dengan ibunya, ia akan menjadi kasar, tidak memahami perempuan.

Bagaimana kalau orang tuanya bercerai atau LDR? Maka hadirkan sosok lain sesuai gender yang di butuhkan, ada kakek dan pamannya. Ada nenek, bibi dan ibu susunya.

Fase berikutnya setelah 14 tahun bagaimana? 
Sudah tuntas, karena jumhur ulama sepakat usia 15 tahun adalah usia aqil balig, anak tersebut sudah menjadi mukallaf yaitu orang yang di kenakan beban syari'at jika dia mengerjakan perintah Allah maka mendapatkan pahala dan jika meninggalkan perintah Allah mendapatkan dosa.

Ajarkan batasan aurat laki-laki dan perempuan, memberikan pemahaman tanggung jawab moral dalam pergaulan, menjelaskan hubungan pria dan wanita, pacaran/tunangan, pilihan hidup menikah atau membujang ajarkan sesuai dengan nilai-nilai agama, penguatan iman, akhlak, adab dan bicara, memberikan penjelasan mengenai "safe sex", bukan hanya menghindari kehamilan tetapi juga penyakit seksual, menjelaskan bahaya PMS (penyakit menular sexsual) terutama HIV/AIDS.

Ajarkan etika pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram seperti yang tercantum pada Al-Qur'an surat An-Nur : 30-31.

Ajarkan mereka agar menjaga kehormatan dan harga diri agar mereka menjadi manusia yang bertakwa dan baik, karena perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). (QS. An-Nur : 26).




Media edukasi tentang fitrah seksualitas

Adapun solusi pengasuhan anak untuk menumbuhkan fitrah seksualitas yang sesuai  dengan era digital saat ini, seperti yang di tuliskan bu Elly Risman, Psi. dari YKBH dan hasil diskusi kelompok kami sebagai berikut:


1. Perkuat ketahanan ayah-ibu

Selain dari tantangan terhadap pengasuhan anak-anak kita, ketahanan terhadap eksistensi keutuhan ayah dan ibu tak kurang-kurang di goyang berbagai godaan di zaman ini. 
Kita sedang berjuang mempertanggung jawabkan pengasuhan anak kita kepada Allah. Bila ayah–ibu sudah mampu bersatu dan kokoh maka ayah ibu harus segera membuat list apa yang perlu diperbaiki, ditingkatkan dalam hal pengasuhan untuk masing-masing anak agar tangguh hidup di era digital ini.




2. Menyicil “Hutang Jiwa” dan Merumuskan ulang tujuan pengasuhan kita

Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pengasuhan anak kita, tak bisa tidak, kita harus berusaha mencicil dulu “hutang-hutang jiwa” yang kita buat tak sengaja sepanjang pengasuhannya di tahun-tahun yang lalu.
Ayah ibu harus bekerjasama menutup lubang-lubang pengasuhan ini, dengan lebih banyak memberikan perhatian dan kasih sayang, kesempatan untuk bersama, mendengarkan perasaan anak, berdialog tentang kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi. Jangan lupa bahwa tujuan utama pengasuhan adalah untuk menjadikan anak-anak kita menjadi penyembah Allah Subhanu Wa Ta'ala saja.

3. Komunikasi yang Baik, Benar dan Menyenangkan

Kemampuan berkomunikasi adalah salah satu kemampuan yang sangat dibutuhkan di masa depan, di mana kini komunikasi tersebut telah sangat di ringkas dan di”hemat” dengan adanya perangkat teknologi komunikasi. Tetapi komunikasi tatap muka tak bisa dihilangkan begitu saja dan menjadi hal yang penuh tantangan untuk dilakukan di masa depan, karena sekarang antar kamar saja anak dan orang tua berkomunikasi lewat whatsapp atau sms!
Kitab suci kita sudah merumuskan aturan baku tentang berkomunikasi yang benar. Biasakanlah untuk tak kehilangan komunikasi tatap muka, bicara baik-baik dan berkata benar, bicara dengan kasih sayang, bicara dengan lemah lembut dan dengan suara yang rendah.

4. Mengajarkan agama sendiri

Kewajiban kita pada Allah sebagai “baby sitter”-Nya adalah memperkenalkan Allah, Rasul-Nya dan kitab-Nya serta berbagai aturan dalam kitab suci kita secara langsung pada anak-anak kita. Kalau dasar pengetahuan kita kurang, itulah yang harus kita upayakan untuk ditingkatkan terlebih dahulu. Tidak ada salahnya dan tidak usah malu bila kita harus belajar “bersama” anak, karena itu lebih benar dan mulia dibandingkan mensubkontrakkannya ke tangan orang atau institusi lain.
Kita perlu memantau pemahaman dan penterapannya sepanjang kehidupan mereka sehari-hari. Keimanannya, ibadahnya, amalan hariannya, akhlaknya adalah tanggung jawab utama kita. 

5. Persiapkan Anak Baligh

Karena makanan yang bagus dan rangsangan juga “bagus”, anak kini baligh lebih cepat dibandingkan masa kita remaja dulu. Jadi jangan pernah berfikir “Ah masih lama!”. Tanggung jawab persiapan baligh ini tidak sederhana dan tidak bisa dianggap sepele. Karena begitu anak baligh yang artinya dia telah “sampai” ke tahapan dewasa, berarti hukum agama sudah berlaku baginya. Dia sudah dewasa! Akhirnya khusus untuk anak laki-laki, kita abai. Padahal mereka adalah target pebisnis narkoba dan pornografi!
Orang tua sudah harus mempersiapkan anak pelan-pelan dengan penjelasan yang sederhana apa yang akan dihadapi anak pada masa pubertasnya sejak di atas usia 7 tahun. Dari segi ibadahnya, menjaga tubuhnya, berpakaian, pisahkan tempat tidurnya, pergaulan dengan keluarga maupun teman dan sekitarnya dan berbagai adab hidup lainnya. 

6. Bijaklah berteknologi

Berilah anak perangkat teknologi sesuai dengan para penciptanya memberikan pada anak-anak mereka 14 tahun. Dan mulai dengan perangkat yang sederhana fungsinya. Pemberian perangkat canggih ini tidak bisa tidak, harus dengan penjelasan akan fungsi dan bahayanya, aturan yang harus dibahas dan disepakati bersama dan merumuskan konsekuensinya bila di langgar. Itu saja juga tidak cukup, tapi harus disempurnakan dengan pendampingan, dialog dan diskusi dan pembuatan peraturan berikutnya sesuai dengan meningkatnya usia. Ayah ibu harus menjelaskan pada anak bahaya pornografi, kriminalitas, berbagai jenis narkoba dan kemungkinan kejahatan melalui perangkat tersebut.

Jika menonton TV carilah tayangan yang bermanfaat, main game online juga harus sudah di seleksi oleh orang tua yang terpenting ada batasan dan kesepakatan waktu berapa lama anak bermain dengan teknologi.

7. Pilihlah teman dan lingkungan yang baik untuk anak kita

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.
(HR. Bukhari, no. 2101).

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian. (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344)

Yang namanya sahabat bisa menarik (mempengaruhi), teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal, sedangkan teman yang buruk akan membawa pengaruh buruk pula.
Adapun lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian anak kita menjadi lebih baik.

8. Do'a orang tua kepada Allah Subhanu Wa Ta'ala agar di karuniai anak yang baik

Berbagai upaya telah kita lakukan dalam proses pengasuhan anak, ada kalanya tantangan di luar menggoda keimanan anak kita, Jangan lupa jurus paling jitu yaitu do'a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Selalu do'akan kebaikan untuk anak kita, dimanapun berada senantiasa dalam lindungan-Nya.

Ikhlaskan anak kita jika dia keluar dari pintu rumah, kembalikan anak kita kepada Sang Pencipta, karena anak kita adalah titipan maka harus kita jaga dengan baik, karena titipan tersebut akan di pertanggung jawabkan kelak di akhirat, tugas kita memberikan yang terbaik untuknya, menjaga dan merawatnya.

Sekian resume tentang pentingnya menumbuhkan fitrah seksualitas untuk anak-anak generasi X di era digital ini, semoga anak-anak kita kelak menjadi generasi terbaik di zamannya yang senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Aamiin.


#fitrahseksualitas
#learningbyteaching
#bundasayangsesi11



Referensi
1. Nada, Abdul Aziz bin Fathi, Ensiklopedia Adab Islam, hal. 26.
2. Buku Bunda Sayang, Seri Ibu Profesional #1, Niken TF Alimah, Zainab Ummu Roihan, dkk, Jakarta: Gaza Media, 2013.
3. https://www.google.co.id/amp/s/ekoharsono.wordpress.com/2017/08/07/mendidik-fitrah-seksualitas/amp/
4. https://www.google.co.id/amp/s/iinchurinin.wordpress.com/2017/02/22/fitrah-seksualitas/amp/
8. Hasil diskusi tentang fitrah seksualitas kelompok 1, Kelas BunSay Bekasi, Siti Sadiah, Septy, Yuni, Suhaeti, Januari 2018.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar